Cara membuat teh hijau

Tanaman teh merupakan salah satu komoditas yang berpotensi karena saat ini hampir semua orang membutuhkannya. Tanaman teh biasa tumbuh pada dataran tinggi, rata-rata di daerah pegunungan yang berbukit-bukit. Tanaman tersebut dapat mulai dipetik daunnya setelah berumur sekitar lima tahun. 


Pada saat awal daun yang dapat dipetik tidak begitu banyak. Setiap tahun jumlah dan mutu daun yang dipetik akan semakin baik. Pemetikan daun memang tidak dapat langsung dilakukan agar daun muda yang tumbuh banyak di lakukan kira-kira tingginya 75 cm dari tanah atau kurang sedikit dari setengah tinggi rata-rata manusia.

Dengan melakukan proses pengolahan teh akan didapatkan beberapa manfaat, antara lain :
  1. dapat menikmati hasil usaha sendiri.
  2. dapat meningkatkan nilai tambah (harga) dari produk daun teh apabila dibandingkan dengan menjual dalam bentuk daun.
  3. dapat menambah penghasilan keluarga.
  4. dapat menciptakan lapangan kerja di daerah sekitarnya.
Dari manfaat-manfaat tersebut ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki seorang petani teh yang akan mengolah sendiri hasil tehnya. Persyaratan tersebut, antara lain sebagai berikut.
  1. Petani teh harus mempunyai kesabaran dan ketelitian yang tinggi karena proses pembuatan teh tidak dapat selesai selama satu hari. Misalnya, dalam proses pembuatan teh perlu adanya pemeraman (fermentasi) yang akan mempengaruhi aroma tehnya.
  2. Petani teh mempunyai jiwa kewirausahaan. Dengan mempunyai jiwa itu petani akan merasa bahwa sekali gagal bukan berarti tidak beruntung, tetapi kegagalan adalah suatu pelajaran yang baik.
  3. Petani teh mempunyai tempat tersendiri sehingga mengusahakan tempat pengolahan dekat dengan bahan bakunya (daun teh). Tempat pengolahan sebaiknya dekat dengan kebun, tetapi juga tidak terlalu jauh dari rumah. Apabila terpaksa tidak mempunyai tempat pengolahan tersendiri, dapat dilakukan proses pengolahan menjadi satu dengan rumah pemiliknya. Hal itu tergantung pada besar usahanya.
  4. Adanya tempat pemeraman dan pengeringan.

Pemungutan Hasil

Hasil tanaman teh berupa pucuk yang dipungut para petani maupun pengusaha kebun teh terdiri atas kuncup, ranting muda, berserta daun-daun yang ada padanya. Bagian tanaman tadi diolah untuk dijadikan teh kering, yang dapat diperdagangkan.

Tentu saja petani atau pengusaha kebun teh berusaha supaya dapat memungut hasil dari tanamannya sebanyak-banyaknya dalam waktu lama dan bermutu baik. Akan tetapi, harus dipahami bahwa daun itu bagi tanaman sangat penting fungsinya. 

Selain untuk mengolah makanan yang diserap dari tanah melalui akar tanaman, daun juga dapat mengisap makanan dari udara. Dengan demikian, pemungutan pucuk teh itu kecuali menyiksa tanaan juga merugikan kehidupan tanaman jika pemetikan hasil teh dilakukan serampangan. Tanpa memikirkan tanaman itu sendiri lambat daun tanaman menjadi jelek, kurang produktif, dan akhirnya akan mati.

Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dan juga supaya hasil yang didapat agar tetap baik maka para petani khususnya harus mengerti cara-cara pemungutan teh yang baik. Artinya pendapatan tetap banyak, tetapi tanaman tidak dirugikan (tetap baik). Untuk dapat mengetahui cara-cara pemungutan teh, perlu diketahui bagaimana tumbuhnya kuncup teh. 

Seperti diketahui di ketiak tiap-tiap daun terdapat sebuah mata yang dapat tumbuh menjadi tunas. Misalnya, jika tangkai di atas tempat duduk daun tadi dipotong maka tunas akan segera tumbuh. Tunas itu semua dilindungi oleh dua helai daun sisik. Akan tetapi, setelah tunas mulai tumbuh menjadi ranting muda, daun-daun sisik itu segera gugur dan segera tumbuh daun muda.

Setelah tunas keluar dari daun sisik, pada ranting-ranting muda terbentuk sehelai daun kecil yang pinggirnya licin ini disebut kepel ceuli. Kepel itu kemudian disusul lagi oleh kepel yang lebih lebar, yang disebut kepel licin. Setelah itu, keluarlah daun-daun teh biasa, yang pinggirnya bergerigi.

Sementara itu, daun kepel ceuli biasanya gugur sehingga pada ranting muda tadi hanya terdapat kepel licin dan daun-daun teh yang masih muda. Sementara itu, di ujungnya daun muda masih kuncup. Daun kuncup yang masih menggulung itu dengan diliputi bulu-bulu putih halus serupa bulu sutera biasa disebut peko, yang berarti berbulu putih. Sehubungan dengan itu, ranting yang mempunyai daun peko disebut ranting peko atau kuncup peko.

Jika tidak dipetik, ranting peko itu akan tumbuh terus. Akan tetapi, tumbuh ranting tadi makin lama makin lambat. Setelah membentuk 4-8 helai daun, kebanyakan ranting peka berhenti tumbuh. Daun kucup tumbuh melebar dan menjadi tua. Akan tetapi, kuncup muda tidak terbentuk. Ranting yang tidak mempunyai daun peko diujungnya, disebut ranting burung atau pucuk burung. Sementara itu, mata yang tidak mau membentuk daun kuncup disebut mata burung.

Biasanya pada tanaman teh selalu terdapat tangkai peko dan tangkai burung. Adapun tangkai peko itu ada yang tumbuh dari mata burung dan yang tumbuh dari sendi daun. Perbandingan antara banyaknya ranting peko dan ranting burung tidak selalu sama. Sehabis dipangkas, tunas yang tumbuh hampir seluruhnya menjadi ranting peko. Lambat laun terbentuknya kuncup burung sehingga banyaknya kuncup burung yang makin bertambah.

Pada tanaman teh yang sudah hendak dipangkas lagi, banyak ranting peko biasanya hampir sama dengan banyaknya ranting burung. Banyak kuncup burung itu bertambah jika keadaan tanaman dan syarat-syarat tumbuh kurang baik. Misalnya, karena kurangnya hujan, kurangnya kesuburan tanah, dan terlalu banyak dipungut hasilnya. Selain itu, juga di dataran rendah biasanya banyak tumbuh kuncup burung jika dibandingkan dengan di dataran tinggi.

Sudah disebutkan di atas bahwa dari tanaman teh yang dipetik ialah kuncup atau ranting muda dengan daun-daun yang masih muda. Daun-daun itu masih tipis, lemah, tidak kaku, dan hijau muda warnanya. Biasanya orang memetik ranting-ranting muda dengan meninggalkan bagian dengan daun kepel dan sehelai daun di atasnya.

Adapun bagian yang dipetik tergantung pada cara pemetikan yang dilakukan. Untuk jelasnya, ada cara-cara pemetikan yang umumnya dijadikan rumus pemetikan seperti di bawah ini :

Rumus pemetikan

P + 2 muda/k + 1.
Hal itu berarti bahwa dari ranting peko dipetik ujunya yang terdiri dari kuncup peko dan 2 helai daun. Di antarnya daun yang di atas masih menggulung. Adapun yang tertinggal hanya daun kepel dan 1 helai daun biasa di atasnya.

p + 2 tua/k + 1
Hal itu berarti bahwa yang dipetik adalah ujung ranting dan kuncup peko dan 2 helai daun. Di antaranya yang muda, yakni yang sudah tidak tergulung lagi.

Jadi, huruf dan angka di muka garis miring menunjukan bagian ranting yang dipetik sedangkan huruf dan angka di belakangnya merupakan bagian dari ranting yang di tinggalkan. Seperti disebut di atas, pemetikan hasil teh di negara kita lazimnya dikerjakan dengan menginggalkan daun kepel dan 1 helai daun di dalamnya. Adapun bagian yang dipetik tidak tentu, sesuai dengan cara pemetikan yang dilakukan. Adapun cara pemetikan itu dibedakan sebagai berikut.

a. Pemetikan imperial

Bagian yang dipetik hanya kuncupnya peko saja, jadi orang tiak memikirkan kepada bagian dari tangkai yang ditinggalkan.

b. Pemetikan pucuk putih atau petikan pucuk emas

Bagian yang dipetik adalah kuncup peko dengan 1 helai daun, dan yang ditinggalkan daun kepel dengan 1 atau 2 helai daun (R= p + 1/k + 1).

 c. Pemetikan halus

Bagian yang dipetik adalah kuncup peko dan 2 helai daun, sedangkan yang ditinggalkan kepel dan 1 daun (R = p + 2 muda/k + 1).

d. Pemetikan sedang

Bagian yang dipetik adalah kuncup peko dan 2 daun dengan meninggalkan daun kepel dan 1 daun. Kuncup peko dan 3 daun, antaranya yang termuda masih menggulung dengan meninggalkan kepel dan 1 daun; pucuk burung 1 daun dengan meninggalkan kepel dan 1 daun. (R = p + 2/k +1 atau p + 3 muda/k +1 dan b + 1/k +1).

e. Pemetikan kasar.

Bagian yang dipetik adalah kuncup peko dan 3 daun dengan meninggalkan daun kepel dan 1 daun. (R = p + 3/k + 1, p + 3 muda/k + 1).

f. Pemetikan kasar sekali

Bagian yang dipetik adalah kuncup peko dan 4 daun dengan meninggalkan daun kepel dan 1 daun (R = p + 4/k + 1).

g. Pemetikan lempar

Pemetikan itu sebetulnya adalah pemetikan kasar. Akan tetapi, dari bahan yang dipetik, dasar daun yang ketiga dan pangkal ranting dibuang. (R = p + 3 muda/k + 1 dan p + 3/k + 1).

h. Pemetikan rompes

Pemetikan itu juga memetikan kasar. Akan tetapi, dari daun ketiga, hanya 3/4 bagian yang diambil, sedangkan yang 1/4 bagian ditinggalkan pada ranting dengan daun dan daun kepel. (R = p + 2 3/4 muda/k + 1 1/4 dan p + 2 3/4/k + 1 1/4).

Dari delapan macam atau cara pemetikan di atas, dapat diartikan bawha makin halus pemetikannya makin kurang juga hasilnya. Akan tetapi, mutunya lebih baik dan maik cepat diulang jika pemetikan dikerjakan semakin halus. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat gambar dari kedelapan macam pemetikan di atas.

Waktu untuk mengulangi pemetikan itu tidak sama, tergantung pada cara memetik. Pemetikan imperial, misalnya, jika dikehendaki dalam tiga hari sekali baru dapat diulang. Dalam waktu tersebut kuncup-kuncup peko baru sudah cukup lagi untuk dipetik. Selain dari cara memetik, juga faktor-faktor lain mempunyai pengaruh atas kecepatan tumbuh tanaman. Selain itu, turut menentukan lamanya giliran pemetikan hasil teh, seperti tinggi tempat, kesuburan tanah, keadaan cuacam dan kesehatan tanaman.

Di daerah pegunungan yang tinggi sekali, giliran pemetikan dapat diperpanjang sampai 10 hari untuk pemetikan halus dan 12-14 hari untuk petikan kasar karena di pegunungan pertumbuhannya lambat, serta sedikit tambah lambat apabila datang musim kemarau.

Bagi pengusaha dan petani teh sesungguhnya untuk penentuan lamanya giliran petikan teh yang setepat-tepatnya dalam tiap-tiap musing penting sekali. Hal itu mengingat bahwa pemetikan dapat banyak menurut cara yang ditetapkan. Jika waktu giliran itu lebih pendek, hasil yang didapat tidak banyak. Akan tetapi, mutunya baik karena petikan dapat dikerjakan lebih teliti dan memilih kuncup-kuncup yang dipetik.

Akan tepati, biaya memetik dan banyaknya pekerja perlu dipertimbangkan supaya para petani masih dapat keuntungan. Sebaliknya, jika waktu giliran pemetikan terlalu panjang, hasil tiap-tiap pemetikan banyak, tetapi mutunya kurang baik karena daun-daun yang agak tua seringkali turut dipetik. Selain itu, pemetikan yang jarak waktunya atau terlalu lama biasanya menghasilkan lebih banyak kuncup burung daripada pemetikan dengan waktu pendek.

Selain faktor di atas tadi, juga perlu adanya pemangkasan bagi tanaman teh. Hal itu dilakukan untuk menjaga agar tanaman tetap tumbuh dengan baik. Dalam waktu antara pemangkasan yang satu dan yang lain, ada jenis pemetikan, yaitu :
  • Pemetikan jandangan.
  • Pemetikan biasa.
  • Pemetikan gendesan.
Pemetikan jandangan ialah pemetikan yang dikerjakan pertama-tama setelah tanaman teh bertunas lagi. Maksud pemetikan jandangan bukan hanya untuk mengambil hasilnya, melainkan untuk mengusahakan supaya ranting tanaman banyak dan merata tingginya. Dengan demikian, pemetikan dapat menghasilkan banyak.

Pemetikan jendangan biasanya dikerjakan 1 1/2 - 2 bulan sesudah tanaman teh dipangkas. Pada waktu itu kucup-kuncup pertama yang tumbuh dari cabang dan batang tanaman sudah berdaun 4-8 helai. Setelah dipetik, kuncup pertama tadi akan mengeluarkan tunas kedua, yang dinamakan sekunder. Tunas itu pada waktunya dipetik pula. Pemetikan jendangan biasanya diulangi tiap 3-5 hari sekali dan berlangsung sampai 2-3 bulan lamanya.

Hal itu sampai tunas kedua yang sudah pernah dipetik semua dan yang ada hampir seluruhnya tunas-tunas tersier. Setelah itu, dimulai pemetikan biasa. Pemetikan halus saja. Umumnya, setelah pemetikan halus, tangkai mengeluarkan tunas yang lebih cepat dan lebih banyak daripada setelah pemetikan kasar.

Perlu juga diketahui, bahwa hasil pemetikan jendangan itu kurang baik mutunya daripada pemetikan biasa. Dalam pemetikan biasa, sebagaimana yang telah diuraikan, untuk menghasilkan mutu yang baik, banyak faktor ketergantungannya, misalnya tinggi rendahnya tempat, cuaca, kesuburan tanah, dan keadaan tanaman.

Biasanya pemetikan biasa itu dilakukan oleh perempuan karena biasanya perempuan lebih teliti daripada laki-laki. Pucuk-pucuk dipetik dengan tangan dan dimasukkan atau dikumpulkan dalam kain selendang yang digantungkan di punggung.

Perlu diketahui pula bahwa penggunaan selendang sebagai tempat untuk mengumpulkan pucuk sebenarnya kurang baik. Apabila terlalu banyak gesekan dengan bahan si pemetik, hal itu akan mengakibatkan pucuk memar. Yang lebih bagus apabila tempat pengumpul menggunakan keranjang. Selain tidak terjadi penekanan atau gesekan, didalam keranjang edaran bahwa lebih baik.

Karena pemetikan biasa itu berlangsung selama 3-4 tahun, banyak dan mutu hasil sangat tergantung pada hasil petikan. Oleh karena itu, perlu sekali pekerjaan itu dilakukan oleh para pekerja yang sudah berpengalaman. Setelah pemetikan biasa berlangsung 3-4 tahun. tanaman basanya sudah terlalu tinggi sehingga perlu dipangkas lagi.

Pemetikan gendesan adalah pemetikan pucuk teh sampai pada daun kepelnya beberapa bulan sebelum tanamannya dipangkas. Pemetikan gendesan itu amat merugikan tanamannya. Oleh sebab itu, pemetikan gendesan jarang sekali dilakukan oleh perusahaan. Pemetikan itu dapat dilakukan di tanah yang subur dan tanaman kuat.

Ada cara lain pemetikan teh yang lebih cepat dan biayanya lebih murah, yaitu dengan menggunakan alat gunting. Cara itu hanya dilakukan 19 kali untuk setiap 1 ha kebun dalam 1 tahun. Setiap kali hanya dperlukan lima orang pekerja. Masing-masing dilengkapi dengan sebuah gunting dan sebuah keranjang. 

Cara demikian dapat dibandingkan apabila pemetikan dilakukan dengan tangan dalam 1 hektar paling kurang dikerjakan 7 orang dari 31 kali setiap tahunnya. Jadi, dapt dihitung berdasarkan angka-angka diatas. Kalau dengan menggunakan gunting dalam 1 hektar setiap tahun diperlukan 95 hari untuk seorang pekerja. Apabila pemetikan dilakukan dengan tangan berarti 217 hari untuk seorang pekerja. Hasil yang di dapat selama 1 tahun dapat dibedakan sebagai berikut.

Hasil petikan rata-rata dalam 1 tahun per hektar adalah menggunakan gunting lebih kurang 15.000 kg daun basah. Menggunakan tangan 12.000 kg daun basah. Selisih 13.000 kg daun basah (20%).

Angka-angka di atas membuktikan bahwa pemetikan hasil teh dengan menggunakan gunting amat menuntungkan karena biayanya berkurang dan hasilnya bertambah. Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa hasil pemetikan dengan gunting itu umumnya kasar, tidak sehalus hasil pemetikan dengan tangan. Akibatnya, mutunya rendah dan harga juga akan turun. Hal itu berarti tambahan keuntungan tidak sebanding dengan tambahan daun yang didapat. 

Selain itu, mungkin sekali tanaman yang tidak kuat betul cepat menderita karena dipungut dengan gunting sehingga hasilnya merosot. Pemetikan dengan gunting boleh saja dilakukan, tetapi kita harus mengusahakan agar tanamannya tidak terlalu menderita, yaitu dengan penambahan pupuk tanaman. Cara demikian hanya dilakukan paling lama hanya 2 tahun.

Waktu pemetikan teh selalu dimulai pagi-pagi dan disudahi kira-kira pukul 11.00-12.00 tengah hari. Hal itu dimaksudkan supaya hasil yang didapat pada hari itu juga terus dapat diolah di pabrik. Daun-daun yang tidak lekas diolah akan mengakibatkan daun melangas sehingga tidak dapat menghasilkan teh kering yang baik. Itulah cara-cara pemungutan hasil teh yang dilakukan pera petani.


Pengolahan Teh Hijau

Hasil pemetikan teh dari kebun harus segera diolah sebab apabila tidak cepat-cepat diolah maka teh setelah kering akan kurang baik mutunya. Di Indonesia teh hijau sedikit sekali diusahakan, apalagi skala pabrik hanya di daerah jawa, Yang mempunyai pabrik pengolahan teh hijau. Pada umumnya, teh hijau hanya diusahakan oleh rakyat. petani teh tidak menjual hasil dari kebunnya ke pabrik-pabrik. Yang diusahakan oleh perkebunan besar kebanyakan diolah menjadi teh hitam.

Perbedaan pengolahan teh hijau dan teh hitam pada garis besarnya terletak dalam pemeraman. Pada pengolahan teh hijau daun teh tidak diperam, sedangkan pada pengolahan teh hitam pemeraman merupakan suatu proses yang perlu dilakukan sebaik-baiknya. Oleh karena perbedaan cara mengolah tadi maka antara teh hijau dan teh hitam pun bedanya cukup besar, baik mengenai kenampakannya, baunya maupun rasanya.

Prinsip pengolahan teh hijau pada dasarnya meliputi beberapa tahap yaitu :
  1. pemetikan, cara dan macam hasil pemetikan telah dibahas seperti di atas tadi.
  2. pelayuan dan pemanasan.
  3. penggulungan pucuk.
  4. pengeringan.
  5. sortasi.
Pengolahan teh hijau itu menghasilkan 3 jenis teh kering yang peko (mutu 1), jikeng (mutu 2) yaitu daunnya yang kurang menggulung, dan teh bubuk. Teh hijau umumnya merupakan bahan mentah. Biasanya teh hijau masih perlu ditambahkan dengan bahan pewangi, seperti bunga melati, kaca piring, atau wangi-wangi lainnya, dengan pengolahan yang lebih khusus lagi. Secara lebih rinci di bawah ini akan dijelaskan cara-cara yang disebutkan di atas.


1. Alat dan bahan

a. Alat

  • Oven atau tempat pemanas lain, seperti wajan dan drum berputar yang dipanaskan apai.
  • Mesin giling dari batu yang berporos.
  • Saringan kawat atau bambu dengan diameter lubang 2-3 mm.
  • Tungku pemanas.
  • Tampah atau nyiru.
  • Kantong plastik.
  • kompor.

b. Bahan

  • Pucuk teh.
  • Bunga wangi-wangian.
  • Kayu bakar (arang).
  • Minyak tanah.

2. Cara pengolahan

  • Pucuk teh yang telah dipetik dihamparkan di atas tampah dalam kamar atau ruangan khusus. Tebal hamparan dengan ketebalan sekitar 3 cm 1-1,5 kg per m2 selama 10-12 jam.
  • Pucuk teh dipanaskan dalam oven, wajan, atau drum berputar di atas tungku api kayu bakar atau di atas kompor minyak tergantung perlengkapan alatnya. Pemanasan itu dilakukan sampai daunnya layu (cukup untuk digulung) tetapi tidak pecah jika digenggam dengan tangan. Suhu untuk melayukannya berkisar antara 90-120 derajat celcius selama 15-30 menit. Dalam pelayuan, pucuk teh perlu diaduk-aduk supaya pelayuan merata.
  • Pucuk teh digulung dengan menggunakan gilingan batu berporos atau tangan dengan menggunakan alas tampah atau papan. Penggulungan dianggap selesai apabila air selnya sudah banyak keluar, tetapi tidak hancur, atau daun teh tersebut sudah kelihatan pucat.
  • Hasil gulungan dikeringkan dengan menggunakan alat seperti pada keterangan ke dua diatas (oven atau wajan). Akan tetapi, suhunya berbeda. Mula-mula 50-60 derajat celcius dan akhirnya 90-100 derajat celcius sampai kering, yang ditandai dengan patah apabila diremas-remas. Jika alatnya oven maka ketebalan lapisan berkisar 5-10 mm sambil diaduk bolak-balik.
  • Daun teh yang sudah dikeringkan itu didinginkan selama 20-30 menit. Selanjutnya, daun kerung itu disaring atau diayak dengan menggunakan ayakan bambu atau kawat yang diameternya 2-3 mm. Sebagai hasilnya akan diperoleh jenis teh bubuk dan yang tidak tersaring berupa peko, jikeng, dan batang. Selanjutnya, teh tersebut digoyang berputar pada tampah sehingga jikeng (berat jenisnya lebih rendah) akan muncul ke permukaan. Sementara itu, peko serta batang tertinggal di bagian bawah. Batang tersebut dipilih dengan tangan sambil juga digoyang pada tampah sehingga jikeng akan terpisah dari peko.
  • Teh yang sudah terpisah itu dikemas dan dimasukkan ke dalam karung plastik dan dipisahkan tempatnya antara bubuk, jikeng, dan peko.
Keterangan :
  • Dalam pengeringan tahap 1, nyala apinya sedang (suhu 50-60 derajat celcius).
  • Dalam pengeringan tahap 2, nyala apinya besar (suhu 90-100 derajat celcius).

Sumber : Ir. M. Bkrun Dahlan

No comments for "Cara membuat teh hijau"